Rabu, 11 Januari 2012

perbedaan media massa cetak dengan media massa online

PERBEDAAN ANTARA MEDIA MASSA CETAK DENGAN MEDIA MASSA ONLINE

Media online adalah media massa yang dapat kita temukan di internet. Sebagai media massa, media online juga menggunakan kaidah-kaidah jurnalistik dalam sistem kerja mereka. Sebagian besar perbedaan jurnalistik media cetak dengan media online hanyalah pada masalah-masalah teknis.
Berikut adalah beberapa aspek dari perbedaan-perbedaan tersebut.
Tabel
Perbedaan Teknis Media Cetak dengan Media Online
Unsur Media Cetak Media Online
Pembatasan panjang naskah Biasanya panjang naskah telah dibatasi, misalnya 5 – 7 halaman kuarto diketik 2 spasi. Tidak ada pembatasan panjang naskah, karena halaman web bisa menampung naskah yang sepanjang apapun. Namun demi alasan kecepatan akses, keindahan desain dan alasan-alasan teknis lainnya, perlu dihindarkan penulisan naskah yang terlalu panjang.
Prosedur naskah Naskah biasanya harus di-ACC oleh redaksi sebelum dimuat. Sama saja. Namun ada sejumlah media yang memperbolehkan wartawan di lapangan yang telah dipercaya untuk meng-upload sendiri tulisan-tulisan mereka.
Editing Kalau sudah naik cetak (atau sudah di-film-kan pada proses percetakan), tak bisa diedit lagi. Walaupun sudah online, masih bisa diedit dengan leluasa. Tapi biasanya, editing hanya mencakup masalah-masalah teknis, seperti merevisi salah ketik, dan seterusnya.
Tugas desainer atau layouter Tiap edisi, desainer atau layouter harus tetap bekerja untuk menyelesaikan desain pada edisi tersebut. Desainer dan programmer cukup bekerja sekali saja, yakni di awal pembuatan situs web. Selanjutnya, tugas mereka hanya pada masalah-masalah maintenance atau ketika perusahaan memutuskan untuk mengubah desain dan sebagainya. Setiap kali redaksi meng-upload naskah, naskah itu akan langsung “masuk” ke desain secara otomatis.
Jadwal terbit Berkala (harian, mingguan, bulanan, dua mingguan, dan sebagainya). Kapan saja bisa, tidak ada jadwal khusus, kecuali untuk jenis-jenis tulisan/rubrik tertentu.
Distribusi Walau sudah selesai dicetak, media tersebut belum bisa langsung dibaca oleh khalayak ramai sebelum melalui proses distribusi. Begitu di-upload, setiap berita dapat langsung dibaca oleh semua orang di seluruh dunia yang memiliki akses internet.
Yang Harus Dikuasai oleh Content Editor
Selain menguasai – tentu saja – ilmu jurnalistik, seorang jurnalis media online hendaknya juga menguasai dasar-dasar HTML (Hyper Text Mark up Language). Tidak harus terlalu mendalam, cukup yang umum-umum saja. Minimal, mereka harus mengetahui bagaimana cara membuat huruf tebal, huruf miring, menempatkan gambar di dalam naskah, membuat hyperlink, dan beberapa pengetahuan HTML mendasar lainnya. Ini akan sangat membantu mereka dalam pembuatan tulisan yang sesuai dengan sifat-sifat halaman web yang jauh berbeda dengan halaman media cetak.
Alur Kerja
Secara teknis, tugas redaksi media online cukup mudah. Ia hanya perlu mengisi sebuah formulir online. Ada isian judul, ringkasan berita atau lead, artikel penuh, dan isian-isian lainnya. Setelah mengklik tombol Submit, artikel tersebut sudah langsung online. Maksudnya, sudah bisa dibaca oleh siapa saja di seluruh dunia yang memiliki akses internet.
Mengenai alur kerja, sebenarnya media online tidak jauh berbeda dengan media cetak. Karena sifatnya yang harus menyajikan berita secara cepat (sebagaimana halnya media elektronik), maka media online perlu melakukan beberapa penyesuaian di dalam proses kerjanya.
Ketika ada kejadian, reporter di lapangan menelepon redaktur. Si redaktur pun menelepon balik si reporter, meminta informasi lebih lanjut, dan jika perlu dilakukan cek dan ricek. Setelah itu, redaktur menulis naskah dan meng-uploadnya melalui formulir online. Ini adalah contoh alur kerja yang standar.
Bisa juga, si reporter melakukan reportase dan menulis sendiri. Tulisan ini dikirim ke redaksi melalui email atau media-media lain. Proses selanjutnya sama seperti di atas.
Umumnya, yang berhak untuk meng-upload naskah hanyalah redaksi. Namun, ada media yang memberikan wewenang khusus kepada reporter tertentu yang telah dipercaya. Si reporter ini bisa meng-upload sendiri berita yang mereka tulis, melalui komputer warnet, laptop, atau media-media lain yang memungkinkan. Ada pula media – biasanya media online yang sudah besar – yang memiliki tim uploader khusus. Jadi, editor tidak harus meng-upload sendiri naskah-naskah yang akan dimuat. Mereka tinggal melakukan tugas-tugas jurnalistik seperti mengedit dan menyeleksi naskah. Setelah fix, naskah itu diserahkan pada tim uploader untuk di-online-kan.
Mengatasi Aspek Keamanan
Salah satu hal terpenting di dalam media online adalah: redaksi harus memastikan bahwa hanya naskah-naskah yang telah disetujui yang akan tampil di situs mereka. Jangan sampai muncul naskah yang belum layak muat (misalnya, di-online-kan oleh reporter yang tidak punya wewenang untuk meng-upload sendiri naskah mereka), atau dimuat oleh seorang penyusup dari tempat lain. Ini tentu bisa merusak kredibilitas media online tersebut.
Untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini, biasanya redaksi media online punya sistem kerja yang cukup ketat. Berikut beberapa di antaranya:
• Halaman untuk meng-upload naskah (sebut saja halaman admin) diberi password khusus dan hanya diketahui oleh tim editor atau tim uploader yang telah diberi wewenang.
• Halaman admin ini hanya bisa diakses dari IP Address tertentu. Misalnya, hanya bisa diakses dari IP Address kantor redaksi. Ini dapat mencegah masuknya naskah yang di-upload oleh seorang penyusup dari tempat lain. Bahkan, ada media yang halaman adminnya hanya boleh diakses dari komputer tertentu. Komputer lain, walau berada di kantor yang sama, tidak bisa mengakses halaman admin.
• Redaksi melakukan seleksi yang sangat ketat terhadap siapa saja yang diberi wewenang penuh untuk melakukan upload naskah. Mereka haruslah orang-orang yang telah dipercaya.
• Dan masih banyak cara lain yang dapat diterapkan oleh redaksi.
CONTOH BERITA MEDIA ONLINE DAN MEDIA CETAK
A. DETIK 13/4/2009
16 Parpol di Prabumulih Minta Pemilu Ulang
Taufik Wijaya – detikNews
Palembang - Sebanyak 16 partai politik di Prabumulih, Sumatera Selatan mendesak KPU mengadakan pemilu ulang. Alasannya, penyelenggaraan pemilu di Prabumulih tidak fair, dengan ditemukannya banyak kecurangan pemilu seperti money politic. "Kami menemukan banyak kecurangan pemilu, datanya sudah kami serahkan ke Panwaslu Prabumulih. Kami mendesak KPU melaksanakan pemilu ulang di sana," kata juru bicara 16 partai Prabumulih, Sumatera Selatan, Eddy Riyanto usai bertemu KPU Sulawesi Selatan malam ini (8/4/2004). Menurut Eddy, selain menutut pemilu ulang, mereka juga menolak hasil pemungutan suara 5 April lalu. "Jika hasil pemilu di Prabumulih tetap diterima, artinya secara nasional penyengaran pemilu 2004 gagal," tambahnya. Mendapat laporan dan pengaduan partai-partai, KPU Sumsel mengaku akan menindaklanjuti. "Kami akan merapatkan laporan parpol-parpol tadi. Kami akan mempajari apa yang telah mereka adukan," kata Ketua KPU Sumsel Maramis.
Terhadap sikap KPU Sumsel yang masih akan membahas dalam rapat KPU di lain hari, Eddy Riyanto mengaku kecewa, sebab dalam pertemuan tersebut mereka menuntut agar KPU Sumsel turun ke Prabumulih, sebab panwaslu Prabumulih tidak menindaklanjuti apa yang mereka adukan. Enam belas parpol yang meminta pemilu ulang tersebut adalah PIB, Partai Pelopor, PKPB, Partai Patriot Pancasila, PDK, PNI Marhaen, PBSD, Partai Merdeka, PDS, PKPI, PPD, PNUI, PSI, PPDI, dan PBR. (jon/)
B. JAWA POS 12/4/2009
Parpol Minta Pemilu Ulang
NUNUKAN - Ratusan simpatisan dan fungsionaris partai politik (parpol) di Nunukan, Kaltim, berunjuk rasa di Kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan KPU Nunukan kemarin. Mereka meminta pengulangan pemilu legislatif karena ditemukan banyak pelanggaran.
Arif Kusbandriyo, fungsionaris Partai Hanura, dalam orasinya meminta pertanggungjawaban panwaslu yang dinilai tidak tanggap terhadap terjadinya berbagai pelanggaran. ''Kalau tidak sanggup, lebih baik mundur. Jangan alasan karena tidak ada anggaran,'' kata Arif.
Arif lantas membacakan pernyataan sikap. Di antaranya, pertama, terjadi penggelembungan suara 21.849 orang. Kedua, banyak masyarakat yang kehilangan hak pilih karena adanya rekayasa DPT. Ketiga, adanya penggandaan nomor induk kependudukan (NIK) yang seharusnya hanya boleh untuk satu nama dan meminta KPU bertanggung jawab. Keempat, adanya money politics yang dilakukan caleg parpol tertentu. Kelima, meminta KPU menghitung ulang secara manual, formulir C4 disaksikan parpol peserta pemilu, dan disesuaikan dengan DPT yang ada di masing-masing TPS. ''Kesimpulannya, Pemilu Legislatif 2009 cacat hukum dan harus diulang,'' kata Victor Ula Tukan, salah seorang pendemo. (dew/jpnn/agm)
Analisis
Dalam media di atas tampak jelas terdapat banyak perbedaan, disamping tanggal dipublikasikannya sebuah berita dimana media cetak lebih unggul, namun kejelasan akan informasi yang di berikan dalam detik lebih lengkap dari pada jawapos, dari sisi jumlah, bentuk dan tempat detik lebih terbuka terhadap public, bahasa dalam jawa pos yang selama ini menjadi salah satu faktor penting dalam stimulus atau rangsangan kepada public di nilai masih kurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar